Jumat, 06 Juli 2012

Kisah-kisah Sedih Berjuta Makna: Amazing Grace Kebanyakan orang yang menyanyikan pujian: “Anug'rah yang menakjubkan, betapa indah kedengarannya, yang menyelamatkan sampah (wretch: good for nothing, devil, never do well, villain, rascal, rouge, …. MW Dictionary) seperti saya,” tidak lagi memiliki perasaan yang sama seperti yang dirasakan John Newton pada saat itu. Dan jika pernah ada sampah yang pernah diselamatkan secara luar biasa oleh anugerah Tuhan, maka orang yang menulis kalimat ini, menuliskannya sebagai suatu pernyataan pribadi. John Newton, lahir di London, anak seorang kapten kapal yang sangat dihormati, pada awalnya mendedikasikan diri kepada pelayanan Kristen, akibat ibunya yang sangat taat. Pelatihan keagamaannya bermula pada masa kecil dan ketika dia berusia 4 tahun, dia dapat dengan lancar menghafalkan bait-bait dari Katekismus Wesminster dan lagu-lagu pujian karangan Isaac Watts. Ketika berusia 11 tahun, dia berlayar ke Mediterania bersama ayahnya, tetapi pada usia 17 tahun, dia meninggalkan semua atribut keagamaannya dan beralih pada penyembahan kepada iblis. Hanya karena kekasihnya Mary Catlett, yang dicintainya sejak 1742, tapi akhirnya baru dinikahi tahun 1750, yang menyinarkan sedikit cahaya kemanusiaan dalam hatinya. Dia meninggalkan kapalnya, dan dibawa kembali seperti seorang tawanan. Sangat besar hukuman yang harus ditanggungnya, hingga dia berencana untuk melakukan bunuh diri, hanya karena cintanya yang sangat besar kepada Mary, yang tetap membuatnya bertahan. Setelah menjalani masa hukumannya, dia memulai suatu karier yang begitu keji, hingga teman-temannya mulai meragukan akal sehatnya. Tinggal bersama beberapa waktu di antara para pedagang budak di Sierra Leone, dia diperlakukan sangat buruk oleh istri majikannya, seorang Portugis berkulit hitam. Belakangan kemudian, dia berkata,”Jika Anda pernah melihat saya begitu dalam mimpi buruk, dan malam hari sendiri mencuci pakaian saya di bebatuan, setelah itu mengenakannya walau masih basah, agar dapat kering di punggung saya ketika saya tidur; jika Anda pernah melihat saya sebagai seseorang yang begitu miskin yang ketika sebuah kapal berlabuh di pulau, malu kadang mendatangi saya hingga saya ingin menyembunyikan muka saya dibalik pepohonan, menghindari tatapan mata orang-orang asing; jika Anda tahu bahwa tingkah laku saya, prinsip hidup saya, dan hati saya masih lebih hitam dari kondisi fisik saya – betapa sangat kecil kemungkinan Anda akan membayangkan bahwa seseorang seperti itu dijaga dengan begitu baik dengan providensi dan kebaikan yang luar biasa oleh Allah.” Kemudian ditambahkan, ”Satu-satunya keinginan baik yang tersisa hanyalah kembali ke Inggris dan menikahi Mary.” Setelah dipermalukan dan penderitaan yang berlanjut, dia berada di atas sebuah kapal yang menuju ke Inggris, menghabiskan beberapa hari yang sepi di laut membaca “Imitation of Christ (Thomas A. Kempis).” Ketika sebuah badai besar mengamuk, dia menganggap dirinya seperti Yunus yang menjadi penyebab dan kutukan atas kehidupannya yang sangat rusak, atas angin yang luar biasa dan gelombang setinggi gunung yang mengancam kapal tersebut untuk karam. Tiba-tiba sebuah badai besar menghantam jiwanya. Dengan kesadaran yang telah dibangkitkan dia menganggap hari tersebut, 10 Maret 1748, sebagai hari 'ulang tahun' rohaninya. “Saya menangis memohon kepada Tuhan dengan tangisan seperti pekikan yang muak didengarkan, tetapi tidak ditolak oleh Allah,” dia berkata. “Dan saya mengingat Yesus yang begitu sering saya acuhkan.” Tetapi perubahan yang terjadi saat itu, hanyalah sebuah reformasi dari seseorang yang belum percaya. Selama 6 tahun berikutnya dia melakukan beberapa perjalanan dengan kapal yang dimilikinya, dengan membawa beberapa barang, bahkan budak-budak di beberapa kesempatan. Hingga ketika dia tiba di Liverpool tahun 1754, barulah dia menjadi orang Kristen yang lahir baru. Tetapi belum juga dia menyadari diri untuk terjun ke dalam suatu pelayanan yang telah dipersiapkan ibunya sejak dahulu. Secara bertahap dia mulai memusatkan segalanya kepada Kristus, dengan harapan bahwa suatu saat dia akan tertebus untuk dipanggil melayani Kristus. Setalah dua kali secara ajaib terselamatkan dari kematian, dana beberapa tahun belajar dan latihan yang sulit, dia diangkat sebagai pejabat kerasulan di Church of England pada bulan 16 Desember 1758. Enam tahun kemudian dia pergi ke Olney, dimana dia diurapi menjadi seorang diaken dan pendeta. Kebersamaannya dengan William Cooper menghasilkan diterbitkannya buku mereka berjudul “Olney Hymns.” Nomor 41, pada buku I, mengandung kisah hidup Newton dalam versi: Amazing grace, how sweet the sound, That saved a wretch like me; I once was lost but now am found, Was blind but now I see. ‘Twas grace that taught my heart to fear, And grace my fears relieved; How precious did that grace appear, The hour I first believe. Through many dangers, toils and snares, I have already come; ‘Tis grace hath brought me safe thus far, And grace will lead me home. Perjalanan hidupnya berakhir di tahun 1779, pergi untuk melayani dua gereja di London. Di sana dia mencurahkan semua tenaganya untuk melayani Tuhan dengan setia hingga hayatnya tiba, 21 Desember 1807, di usia 82. Di nisannya tertulis seperti berikut: “John Newton, Pejabat, seseorang yang dahulunya penentang Kristen dan penganut kebebasan, yang, oleh anugerah yang kaya dari Tuhan dan Juruslamat kita, Yesus Kristus, dijaga, dibaharui, diampuni, dan diurapi untuk memberitakan iman yang dahulu sangat berusaha dihancurkan olehnya, hampir 16 tahun di Olney di Bucks, dan 28 tahun di gereja ini.” Kemudian ditambahkannya,”Dan saya dengan sangat serius mengharapkan bahwa tidak ada monumen lain dan tulisan lain kecuali hal yang dituliskan ini, yang dibuat atas nama saya.” Tuhan, buatlah aku sadar akan dosa-dosaku. Buatlah aku sadar juga dengan anugerah-Mu yang agung – anugerah-anugerah kehidupan setiap hari dan anugerah keselamatan yang ajaib dan indah Words: John Newton, 1725 – 1807, Olney Hymns (London: W. Oliver, 1779). Exception: the last stanza is by an unknown author; it appeared as early as 1829 in Baptist Songster, by R. Winchell (Wethersfield, Connecticut), as the last stanza of the song “Jerusalem My Happy Home.” Music: “New Britain,” in Virginia Harmony, by James P. Carrell and David S. Clayton (Winchester, Virginia: 1831) G G7 C G Amazing grace! How sweet the sound G D/D7 That saved a wretch like me! G G7 C G I once was lost, but now am found, Em G D G Was blind but now I see. 'Twas grace that taught my heart to fear, And grace my fears relieved; How precious did that grace appear The hour I first believed! Through many dangers, toils, and snares, I have already come; 'Tis grace has brought me safe thus far, And grace will lead me home. The Lord had promised good to me, His word my hope secures; He will my shield and portion be As long as life endures. Yea, when this flesh and heart shall fail, And mortal life shall cease, I shall possess, within the veil, A life of joy and peace. The earth shall soon dissolve like snow, The sun forbear to shine; But God, Who called me here below, Shall be forever mine. When we’ve been there ten thousand years, Bright shining as the sun, We’ve no less days to sing God’s praise Than when we’d first begun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar